Di tengah-tengah desakan Wabah COVID-19, pemerintahan diinginkan bisa memberi suport pada peningkatan industri rokok elektrik. Salah satunya suport yang diinginkan bisa berbentuk peraturan spesial yang mengendalikan industri rokok elektrik dan membandingkannya dari rokok konservatif.
Sekretaris Umum Federasi Individual Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita menjelaskan, Wabah COVID-19 yang berlangsung di Indonesia sepanjang 9 bulan akhir benar-benar memukul industri hasil pemrosesan tembakau yang lain (HPTL) atau rokok elektrik.
Wabah yang mengakibatkan menurunnya daya membeli warga membuat pemasaran vape di pebisnis kecil dan menengah sebagai anggota APVI turun mencolok. Hal tersebut bisa disaksikan dari cukai yang didapat pemerintahan. Garindra ngomong, di kuartal I lalu setoran cukai industri HPTL masih sebesar Rp350 miliar. Tetapi di kuartal II, akseptasi cukai dari industri HPTL menurun jadi range Rp150 miliar – Rp200 miliar.
Oleh karenanya, Garinda menyaksikan keadaan wabah ini bisa jadi momen untuk mengatur industri yang masih baru ini. “Industri HPTL berpotensi yang besar selaku sumber akseptasi negara dan peresapan tenaga kerja, hingga harus diatur secara baik. Dan sekarang ini momen yang pas,” kata Garinda, Selasa (17/11/2020).
Garinda ngomong peraturan yang diartikan antara seperti standarisasi produk sampai pelindungan customer. Disamping itu, Dia mengutamakan pentingnya membahas ulangi biaya cukai yang sesuai profile resiko produk HPTL yang lebih rendah dibandingkan rokok konservatif.
Hal seirama diutarakan Ketua Umum Federasi UMKM Indonesia (Akumindo) Muhammad Ikhsan Ingratubun. Supremasi aktor industri HPTL, kata Ikhsan, tiba dari kelompok usaha rumahan bertaraf kecil dan menengah.
Namun, industri ini berpotensi yang besar untuk berkembang dan tumbuh bila diatur dengan lebih bagus. Hal tersebut karena didukung oleh kekuatan pasar yang lumayan besar. Aktor usaha mikro kecil dan menengah di bidang ini lagi banyak muncul di beberapa kota.
Menurut Ikhsan, kecuali terpukul oleh wabah, sekarang ini industri HPTL tengah berharap-harap kuatir berkenaan apa biaya cukai untuk HPTL akan berbeda di 2021. Masalahnya tiada peningkatan biaya cukai, omzet aktor UMKM telah turun karena wabah.
“Itu penyebabnya, pemerintahan harus menimbang secara benar, bisa-bisa mematikan industri HPTL yang baru tumbuh ini. Jika biaya cukai dinaikkan, omzet akan makin turun,” kata Ikhsan. Itu berarti, industri yang baru datang pada 2019 dan sedang usaha untuk tumbuh akan terbenam.
Oleh karena itu, baik Ikhsan atau Garindra, mengharap ada suport pemerintahan untuk membuat cuaca usaha yang aman. Diantaranya bisa lewat peraturan yang mendalam untuk industri rokok elektrik.
Dengan peraturan yang pas dan cuaca usaha yang aman pasti bisa tarik investasi dan meresap tenaga kerja hingga sanggup mengakselerasi perkembangan ekonomi.
Realisasi akseptasi cukai sejauh Januari-Juni 2020 sejumlah Rp 75,4 triliun tumbuh 13 % year on year (yoy). Walau tumbuh, faktanya kenaikan itu semakin lebih rendah dibanding perolehan semester I-2019 yang tumbuh 30,9 % yoy.
Sumber andil itu masih dikuasai oleh Industri Hasil Tembakau (IHT), terhitung bidang Hasil Pemrosesan Tembakau Yang lain (HPTL). Pada 2019, HPTL ikut memberi andil ke penghasilan negara sejumlah Rp 426,6 Miliar.
Dengan begitu, industri yang baru diputuskan lebih kurang 2 tahun ini mempunyai potensi memberi andil lebih pada penghasilan negara.
Menanggapi kekuatan itu, Ketua Konsolidasi Indonesia Bebas TAR (KABAR) Ariyo Bimmo mengatakan hal ini bukanlah cuman masalah penghasilan negara. Dia menjelaskan jika kesadaran warga mengenai kesehatan mulai tumbuh. Bermacam produk dari bidang HPTL, seperti vape atau produk tembakau yang dipanaskan adalah salah satunya pilihan untuk kurangi resiko yang muncul karena rutinitas merokok.
Berdasar hasil riset yang dikerjakan Yayasan Pengamat Kesehatan Khalayak (YPKP), pemakaian HTPL bukanlah bebas resiko. Tetapi HPTL bisa dibuktikan hasilkan emisi aldehyde yang semakin lebih rendah dari rokok.
Secara terinci, bahan kimia yang memiliki sifat karsinogenik (zat penyebab kanker) pada rokok capai 1.480,6, sedang pada HPTL sekitar antara 239,1 s/d 23,1. Ariyo menjelaskan sekarang ini tidak ada ketentuan yang dengan jelas mengendalikan produk ini.
“KABAR selaku organisasi yang mempunyai tujuan memberi edukasi dan tingkatkan kesadaran khalayak berkenaan permasalahan kesehatan menyimpan perhatian yang lumayan besar pada persoalan ini. Produk ini punyai banyak kekuatan dari faktor kesehatan, industri, penghasilan negara, sampai pembukaan lapangan kerja,” keras Ariyo.
New York jadi negara sisi ke-2 di Amerika Serikat yang larang peredaran rokok elektrik beraroma atau vape. Ini karena bertambahnya angka kematian dan pasien penyakit paru-paru yang dari rokok beraroma.